Nama : M Redy Prasdianata
NIM : 125040200111129
Kelas : I
Teknologi
Informasi Komunikasi atau sering disingkat TIK adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan proses,penggunaan alat bantu,pengelolaan informasi serta
segala hal yang berhubungan dengan penggunaan alat bantu untuk mempermudah
serta mengefektifkan proses komunikasi baik berupa transfer data dari satu
perangkat ke perangkat lain.
Dengan
semakin luasnya penggunaan teknologi informasi komunikasi di berbagai bidang
bahkan hampir di segala bidang maka perlu juga diperhatikan bagaimana peranan
atau penggunaan teknologi informasi tersebut di sektor pertanian.Apakah
penerapan suatu teknologi yang sering disebut dengan teknologi informasi dn
komunikasi ini sudah berjalan secara efektif pada sektor pertanian dan seberapa
jauh petani mengertian segala hal yang berhubungan dengan teknologi informasi
dan komunuikasi serta seberapa besar petani diuntungkan.Tentu saja hal-hal
diatas menjadi pertanyaan mendasar di saan jumlah petani di indonesia yang
mendominasi jumlah ankatan kerja di seluruh sektor. Menurut data BPS, jumlah
petani mencapai 44 persen dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar
46,7 juta jiwa. Lebih dari separuhnya merupakan petani gurem dan buruh tani
dengan kepemilikan lahan dibawah 0,5 hektar atau mencapai 38 juta keluarga
tani.Dengan jumlah yang besar tersebut dan dengan kondisi pertanian kita saat
ini maka perlu diperhatikan bagaimana penggunaan teknologi informasi di sektor
pertanian.Tentu saja dengan kondisi pertaniaan kita saat ini dan dengan kondisi
petani kita saat ini maka menjadi suatu kenyataan kebanyakan dari jumlah petani
kita sangat tertinggal dalamhal penggunaan teknologi informasi.
Yang menjadi
pertanyaan adalah seberapa penting petani kita untuk menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi,tentu saja sangat penting karena di zaman yang serba
cepat dan canggih ini dibutuhkan informasi yang cepat dan tepat.Tentu saja
tidak menjadi hal yang mudah untuk menerapkan hal tersebut karena kondisi
petani kita yang sebagian besar berpendidikan rndah dan berda di desa yang mana
akses menuju ke sana menjadi suatu permasalahan yang besar.Namun jika kita
ingin pertanian kita maju kita harus mulai mengajak dan harus menerapkan
peran-peran positif yang dapat diberikan oleh teknologi informasi dan
komunikasi.Dengan adanya penerapan teknologi informasi dan komunikasi,salah
satu contoh yang sudah lazim yaitu internet maka petani akan dapat memperoleh
informasi-informasi yang berguna bagi kemajuan pertanian mereka dari hulu
hingga ke hilir.Jadi dalam sektor pertanian kita penerapan teknologi itu tidak
etengah-setengah namun secara menyeluruh dari hulu hingga ke hilir.Penerapan
teknologi tidak hanya digunakan untuk proses budidaya saja atau untuk
meningkatkan produktivitas saja namun juga harus digunakan untuk mempermudah
petani memperoleh tentang informasi pasar,informasi harga-harga
komoditas,informasi tentang penjualan dan tempat penjualan sarana produksi
seperti bibit,pupuk kompos dan pestisida serta lain sebagainya.
Dengan adanya
teknologi informasi komunikasi yang dapat digunakan secara efektif oleh petani
maka diharapkan petani memperoleh informasi yang menyeluruh.Dengan adanya
teknologi informasi ini juga petani dapat mengakses berbagai hal yang
berhubungan dengan usaha tani mereka seperti perkembangan cara bercocok
tanam,perlindungan tanaman dari hama dan penyakit dan lain sebagainya.Tentu
saja bukan hal yang mudah namun bukan merupakan suatu kemustahilan.Karena
dengan pertanian kita yang melek media atau teknologi informasi dan komunikasi
mereka bisa mengembangkan sayap usaha taninya melalui media itu seperti promosi
produk pertanian,penjualan atau pemasaran melalui media informasi dan
komunikasi.Selain itu dengan adanya penggunaan teknologi informasi di dunia
pertanian maka proses komunikasi antara pelaku usaha tani dengan para pihak
lain yang berhubungan baik lembaga pemerintah seperti Deptan ataupun lembaga
pendidikan serta LSM bisa berjalan secara efektif dan efisien sehingga
informasi itu dapat tersampaikan secara cepat dan tepat dari sumber informasi
kepada tujuan atau sasaran informasi.
Hubungan teknologi informasi dengan dunia
pertanian yaitu:
A. Sumber
Informasi
Internet adalah sumber informasi praktis yang
formal dan informal. Informasi dapat diakses setiap saat setiap hari. Sejumlah
situs pertanian, seperti DirectAg.com menyediakan prakiraan cuaca, harga
tanaman, jasa keuangan dan industri, serta berita umum lainnya. Internet juga
berfungsi sebagai sumber informasi informal, membawa produser yang memiliki
memiliki minat sama meskipun terpisah secara geografis. Melalui ruang chatting
dan email, produsen pertanian dapat membicarakan produktivitas kontrol hama atau
masalah lainnya dengan para ahli di lapangan. Internet memungkinkan untuk
interaksi sosial di antara produsen yang relatif terpencil dari satu sama lain.
B.
Model Data Produktivitas
Sementara internet sebagai sumber informasi
umum, situs web yang lebih bersifat interaktif dan memungkinkan produsen untuk
input dan menyimpan informasi lapangan. Informasi ini dapat dikombinasikan
dengan cuaca dan pasar dalam memanfaatkan data secara canggih untuk menentukan
model seperti kontrol hama atau strategi pupuk. VantagePoint dan mPower3,
adalah dua dari situs web yang dirancang untuk membantu produsen meningkatkan
produktivitas lading.
C. Pembelian Supplies
Internet adalah sumber yang berharga untuk
membeli perlengkapan. Misalnya simpanan hingga 30% dapat dicapai oleh
pemotongan harga dari supplier dan distributor untuk produk-produk seperti
bibit, pupuk, dan perlindungan tanaman bahan kimia. Produsen kecil dan
independen yang tidak cukup memenuhi syarat volume ke dealer, secara bersama
potongan harga pada masing-masing dapat digabungkan untuk membeli kebutuhan
dengan produsen lainnya sehingga mendapatkan harga yang lebih baik.
D. Penjualan Produk
Pertani tradisional dalam menjual produk ke pasar,
kadang-kadang harus menempuh perjalanan hingga ratusan kilometer dalam upaya
untuk mendapatkan harga yang lebih baik. Ini sangat mahal dan memakan waktu.
Sebaliknya, Internet membuka pasar global sampai ke konsumen, bahkan di daerah
terpencil. Produsen memiliki akses harga produk yang lebih baik dan konsumen
mendapat harga terjangkau.
Dengan memanfaatkan internet atau pun ponsel,
para petani dapat mengetahui harga komoditas yang akan mereka jual ke pasaran. Sehingga
meraka tahu masa dimana harga pasaran menguntungkan bagi petani untuk menjual
hasil pertaniannya. Dan ini artikel yang dapat menjelaskan tentang hal
tersebut:
Informasi
seputar musim tanam, cara bertanam yang baik, tips seputar pertanian, hingga
harga komoditas sangat pertanian krusial bagi petani. Bila informasi tersebut
dapat diakses petani dengan mudah, kran kesejahteraan petani dengan sendiri
akan terbuka. Terobosan Kementerian Pertanian meluncurkan sistem informasi pertanian
merupakan langkah awal dari sebuah rangkaian pekerjaan panjang. Andil vendor,
pusat penelitian, kalangan akademisi, partisipasi petani plus komitmen
pemerintah sangat diperlukan.
Wasono hanya bisa termenung sembari
memandangi tumpukan karung gabah di hadapannya. Raut wajahnya terlihat bingung.
Padahal sebagai petani, seharusnya ia tengah berbahagia. Maklum, Januari
pertanda mulai masuk musim panen. Saatnya bagi petani untuk menuai jerih payah
selama musim tanam.
Rupanya
ada yang membuat hati Wasono gundah. Sebagai petani, ia tengah memikirkan ke
mana hasil panennya hendak dipasarkan. Tak hanya itu, ayah dua anak ini juga
dipercaya sebagai Manajer Pemasaran Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Setia
Jaya, Desa Wonorejo, Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi
Selatan. Praktis, ia juga harus bertanggung jawab agar pemasaran hasil Panen
Gapoktan Setia Jaya terdistribusi dengan baik.
Sebagai gambaran saja, Gapoktan merupakan organisasi yang bermitra dengan kelompok-kelompok tani dan berfungsi sebagai pemasok bahan sarana produksi sekaligus sebagai pembeli hasil panen petani yang selanjutnya dijual ke pasar. Adapun kelompok tani tak lain gabungan dari petani dalam wilayah tertentu yang berfungsi sebagai koordinator petani baik dalam proses produksi maupun proses paska produksi atau panen. Nah, Gapoktan Setia Jaya membawahkan lima kelompok tani dengan total jumlah petani mencapai 344 orang. Dengan luas lahan 313 hektar, Gapoktan Setia Jaya bisa menghasilkan sekitar 1.408 ribu ton gabah untuk sekali panen.
Lazimnya, ketika musim panen tiba secara bersamaan, berlaku rumus klasik. Apalagi kalau bukan harga beras akan lunglai mengingat suplai beras berlimpah. Imbasnya, keuntungan yang didapat petani tak maksimal. Bahkan tak jarang, mereka rugi mengingat biaya operasional untuk produksi dan harga pupuk saja sudah terbilang tinggi.
Agar tak merugi, biasanya selaku manajer pemasaran, Wasono lebih memilih menjual hasil panen ke Bulog Luwu Timur. Maklum sesuai kebijakan yang berlaku, Bulog menerapkan harga standar terhadap hasil panen petani meski suplai meningkat. Permasalahannya, kapasitas gudang Bulog di Luwu Timur hanya mampu menyimpan sekitar 2 ribu ton gabah. Padahal, menurut Wasono, hasil produksi setiap musim panen di Luwu Timur mencapai sekitar 115 ribu gabah. Sejauh ini, separonya, habis untuk konsumsi masyarakat lokal di Luwu Timur. Sisanya didistribusikan ke daerah sekitar seperti Poso, Gorontalo, dan Manado. Hanya saja, ya itu tadi, bila langsung dilempar ke pasar di tengah panen, harga tidak berpihak ke petani. Padahal di daerah lain, pada saat bersamaan, harga beras tengah melonjak. Pemicunya stok beras langka. Seandainya Wasono mengetahui info pasar hasil pertanian yang menawarkan harga bagus, tentunya Wasono tak perlu risau.
Apa yang dialami Warsono berikut Gapoktan yang dinaunginya, adalah sekelumit potret permasalahan yang masih dialami para petani di Indonesia. Padahal pertanian adalah sektor strategis. Memasuki 2009 produksi padi Indonesia mencapai 63,84 juta ton atau setara 38 juta ton beras. Sementara impor beras sekitar 186 ribu ton atau sekitar 0,5 persen. Adapun kebutuhan konsumsi 33,5 juta ton. Dengan produktivas rata-rata 5 ton per hektar, Indonesia merupakan negara besar ketiga penghasil beras setelah Cina dan India. Toh sejumlah problematika masih menyelimuti sektor ini. Sebut saja, tingginya harga pupuk yang berimbas besarnya biaya produksi, manajemen sistem pengairan yang belum tertata baik, hingga penjualan komoditas pertanian dengan harga rendah.
Sejatinya, memang pemerintah tidak menutup mata terhadap permasalahan yang ada. Bantuan benih dan pupuk telah digelontorkan. Sayangnya, bantuan tak selamanya datang tepat waktu di saat petani tengah membutuhkan. Pun dengan kasus distribusi beras. Acapkali terjadi kelangkaan beras di sejumlah daerah yang mengakibatkan harga meroket, sebaliknya di daerah lain panen berlimpah. Permasalahan seperti ini dipicu minimnya informasi akurat terkait sektor pertanian.
Iya tidak dipungkiri, hingga kini belum banyak informasi terkait sektor pertanian yang ditujukan bagi petani. Mulai dari informasi harga pasar hasil pertanian dan perkebunan di lokasi terdekat dari domisili petani, informasi musim tanam, informasi cuaca, hingga saran dan petunjuk (tips) terkait dunia pertanian dan perkebunan. Padahal beragam informasi tadi ibarat sarapan pagi bagi petani. Sebelum memutuskan hendak bercocok tanam atau berkebun, mereka harus tahu betul lahannya cocok untuk ditanami jenis apa. Mengetahui informasi harga pasar suatu komoditas jauh hari, juga turut mempengaruhi keputusan sebelum menanam atau berkebun tanaman tertentu. Pendeknya, kalau harga tengah atau diprediksikan merosot, setidaknya petani bisa memutuskan dengan cepat untuk mengubah keputusan jenis tanaman yang bakal ditanam. Yang tak kalah penting informasi cuaca. Acapkali kita dengar, petani mengalami kerugian besar karena tanaman mereka terendam banjir. Yang lebih mengenaskan, bila kondisi ini terjadi ketika musim panen sudah di depan mata.
Imbas dari minimnya akses informasi juga membuat posisi petani dalam kondisi ketidakpastian khususnya terkait harga. Karena tidak mengetahui harga pasaran, acapkali mereka terjebak dalam ketidakberdayaan harga yang ditawarkan tengkulak. Belum lagi, himpitan ekonomi, membuat mereka takluk pada tengkulak dengan iming-iming harga dibayar di muka meski jauh dari layak.
Peran TI Sebagai Enabler
Permasalahan minimnya akses informasi di kalangan petani, sejatinya bisa diretas dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Peran TIK sebagai enabler, memungkinkan guyuran informasi kepada petani bisa direalisasikan dengan cara mudah, murah, dan cepat dengan mengusung prinsip Connection, Convergence, Collaboration, Content Creative, dan Contextual. Mulai dari petani, kelompok tani, Gapoktan, petugas penyuluh lapangan (PPL), hingga pemerintah di tingkat daerah maupun pusat bisa terkoneksi satu sama lain melalui jaringan telekomunikasi (fixedline maupun ponsel) yang sudah menyebar hingga pelosok. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Nanang Ismail dan kawan-kawan dari STEI – ITB Bandung yang dipublikasikan dalam Forum e-Indonesia Initiatif (eII), Juni 2009 lalu.
Dalam penelitian ini, koneksi digelar untuk melakukan kolaborasi sehingga segala informasi dan kebutuhan petani bisa terpenuhi. Di sini, kolaborasi dilakukan melalui sarana aplikasi konten ubiquitous farming.Aplikasi ini mendukung kolaborasi yang mengusung konvergensi baik dari tipe, data, foto, dan komputasi. Aplikasi ini memenuhi kebutuhan dasar sebagai berikut: petugas lapangan mengisikan data petani, kelompok tani, produksi padi, dan kebutuhan sarana produksi. Sedangkan Gapoktan melihat data produksi harian, mengisikan data hasil produksi. Sementara itu, pemerintah melalui dinas pertanian/kementerian pertanian melihat data produksi pada bulanan.
Penelitian dengan mengambil studi kasus Gapoktan di Sukabumi ini, menggunakan aplikasi yang mendukung Java dengan profile MIDP2.0 dan CLDC 1.1. Selanjutnya digunakan teknologi web service yang menggunakan Java. Adapun akses data ke server menggunakan akses GPRS didukung pengiriman foto lokasi tanam serta fitur pengiriman data lokasi dari GPS.
Lalu bagaimana hasilnya? Pengujian memperlihatkan, secara fungsional aplikasi telah memenuhi kebutuhan sistem. Di sini para petani berhasil mengirimkan data dari client ke server serta client dapat melihat data dari server. Rata-rata akses untuk pengguna petugas lapangan dalam satu proses memasukkan atau melihat data atau laporan sebesar 3,6 Kbyte, Gapoktan sebesar 8,07 Kbyte, dan pejabat 2,3 Kbyte. Nah, biaya koneksi GPRS yang diperlukan untuk akses informasi ini tak kurang dari Rp 10.
Sementara itu, terobosan yang dilakukan penyedia ponsel terbesar di dunia juga bisa menjadi contoh lain andil TIK guna membuka kran informasi bagi petani. Melalui layanan Life Tools yang diimplementasikan di India secara menyeluruh pertengahan 2009 lalu, layanan ini disuguhkan bagi pengguna ponsel yang berprofesi sebagai petani serta masyarakat pedesaan. Salah satu jenis infomasi yang disuguhkan terkait pertanian. Tujuan mereka memberi layanan tersebut adalah menjembatani kesenjangan informasi di negara berkembang.
Layanan Life Tools diperuntukkan bagi pengguna ponsel berbasis teknologi Global System for Mobile (GSM). Aplikasi dirancang di telepon pelanggan. Pesan pendek menjadi sarana mengirim data, tabel, atau grafik. Maklum, penggunaan intenet masih rendah di kalangan petani. Selain itu teknologi melalui SMS tergolong tak ribet. Adapun informasi yang disuguhkan antara lain jenis tanaman apa yang cocok untuk suatu daerah, berapa harga suatu komoditas di pasar tertentu, serta ramalan cuaca daerah tertentu. Masing-masing spesifikasi menyajikan tiga item. Semisal informasi harga suatu komoditas diambil dari tiga pasar terdekat dari lokasi pengguna. Ada juga petunjuk dan saran tentang pertanian. Di sini pelanggan cukup mengirimkan kode pos tempat mereka berdomisili.
Bagaimana dengan akurasi datanya? Untuk harga pasar, penyedia ponsel terbesar di dunia ini mengandeng Badan yang mengelola 299 pasar besar berikut 600 pasar kecil. Di sini terdapat agen yang bekerja pagi hingga siang menggumpulkan data harga sekitar 800 produk yang dijual di pasar di bawah naungan lembaga tersebut. Berikutnya jam tiga sore, petani bisa mendapatkan data harga sekaligus prediksi esok harinya. Tak hanya itu, mereka juga memiliki data hingga 10 tahun sebelumnya. Alhasil, prediksi harga bisa dibuat dengan cepat tanpa menanggalkan ketepatan informasi.
Soal akurasi informasi cuaca merujuk pada penyedia data cuaca swasta di India. Data dari berbagai sumber, diolah melalui software terus dikirim ke pelanggan. Deskripsi atau pola cuaca yang spesifik sangat diperlukan bagi para petani. Mereka memerlukan informasi terkait cuaca sebelum mengambil keputusan untuk menanam. Pendeknya, aplikasi ini layaknya pusat data (database) yang menyediakan data tentang pertanian dan bersifat dinamis.
Terobosan adanya aplikasi ini membawa berkah bagi para petani di India. Setidaknya mereka tak perlu lagi berurusan dengan tengkulak guna mendapatkan infomasi harga. Mereka juga tak repot lagi harus ke pasar untuk urusan serupa. Dengan ponsel di jari mereka, tinggal klik, maka listing harga tersaji dengan cepat. Yang tak kalah menarik, untung petani di India sejak menggunakan layanan ini mengalami kenaikan. Dari tiga informasi harga di tiga lokasi pasar terdekat, mereka pun bisa memilih pasar yang menawarkan harga tertinggi. Jual murah ke tengkulak praktis ditinggalkan.
SMS Gateway Deptan
Bila di India, langkah inovatif dipelopori oleh penyedia ponsel dunia terbesar, sejatinya sajian informasi seputar pertanian dengan memanfaatkan ponsel juga mulai dirintis Kementerian Pertanian (Kemtan). Sebagai institusi yang mempunyai wewenang di bidang pertanian, Kemtan mengembangkan sistem informasi pasar yang menyajikan berbagai komoditi berikut ketersediaannya, harga serta lokasi. “Informasi ini membuat pasar lebih terbuka dan memudahkan para suplier dan pembeli,” tukas Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, Edi Abdurachman.
Sebagai gambaran saja, Gapoktan merupakan organisasi yang bermitra dengan kelompok-kelompok tani dan berfungsi sebagai pemasok bahan sarana produksi sekaligus sebagai pembeli hasil panen petani yang selanjutnya dijual ke pasar. Adapun kelompok tani tak lain gabungan dari petani dalam wilayah tertentu yang berfungsi sebagai koordinator petani baik dalam proses produksi maupun proses paska produksi atau panen. Nah, Gapoktan Setia Jaya membawahkan lima kelompok tani dengan total jumlah petani mencapai 344 orang. Dengan luas lahan 313 hektar, Gapoktan Setia Jaya bisa menghasilkan sekitar 1.408 ribu ton gabah untuk sekali panen.
Lazimnya, ketika musim panen tiba secara bersamaan, berlaku rumus klasik. Apalagi kalau bukan harga beras akan lunglai mengingat suplai beras berlimpah. Imbasnya, keuntungan yang didapat petani tak maksimal. Bahkan tak jarang, mereka rugi mengingat biaya operasional untuk produksi dan harga pupuk saja sudah terbilang tinggi.
Agar tak merugi, biasanya selaku manajer pemasaran, Wasono lebih memilih menjual hasil panen ke Bulog Luwu Timur. Maklum sesuai kebijakan yang berlaku, Bulog menerapkan harga standar terhadap hasil panen petani meski suplai meningkat. Permasalahannya, kapasitas gudang Bulog di Luwu Timur hanya mampu menyimpan sekitar 2 ribu ton gabah. Padahal, menurut Wasono, hasil produksi setiap musim panen di Luwu Timur mencapai sekitar 115 ribu gabah. Sejauh ini, separonya, habis untuk konsumsi masyarakat lokal di Luwu Timur. Sisanya didistribusikan ke daerah sekitar seperti Poso, Gorontalo, dan Manado. Hanya saja, ya itu tadi, bila langsung dilempar ke pasar di tengah panen, harga tidak berpihak ke petani. Padahal di daerah lain, pada saat bersamaan, harga beras tengah melonjak. Pemicunya stok beras langka. Seandainya Wasono mengetahui info pasar hasil pertanian yang menawarkan harga bagus, tentunya Wasono tak perlu risau.
Apa yang dialami Warsono berikut Gapoktan yang dinaunginya, adalah sekelumit potret permasalahan yang masih dialami para petani di Indonesia. Padahal pertanian adalah sektor strategis. Memasuki 2009 produksi padi Indonesia mencapai 63,84 juta ton atau setara 38 juta ton beras. Sementara impor beras sekitar 186 ribu ton atau sekitar 0,5 persen. Adapun kebutuhan konsumsi 33,5 juta ton. Dengan produktivas rata-rata 5 ton per hektar, Indonesia merupakan negara besar ketiga penghasil beras setelah Cina dan India. Toh sejumlah problematika masih menyelimuti sektor ini. Sebut saja, tingginya harga pupuk yang berimbas besarnya biaya produksi, manajemen sistem pengairan yang belum tertata baik, hingga penjualan komoditas pertanian dengan harga rendah.
Sejatinya, memang pemerintah tidak menutup mata terhadap permasalahan yang ada. Bantuan benih dan pupuk telah digelontorkan. Sayangnya, bantuan tak selamanya datang tepat waktu di saat petani tengah membutuhkan. Pun dengan kasus distribusi beras. Acapkali terjadi kelangkaan beras di sejumlah daerah yang mengakibatkan harga meroket, sebaliknya di daerah lain panen berlimpah. Permasalahan seperti ini dipicu minimnya informasi akurat terkait sektor pertanian.
Iya tidak dipungkiri, hingga kini belum banyak informasi terkait sektor pertanian yang ditujukan bagi petani. Mulai dari informasi harga pasar hasil pertanian dan perkebunan di lokasi terdekat dari domisili petani, informasi musim tanam, informasi cuaca, hingga saran dan petunjuk (tips) terkait dunia pertanian dan perkebunan. Padahal beragam informasi tadi ibarat sarapan pagi bagi petani. Sebelum memutuskan hendak bercocok tanam atau berkebun, mereka harus tahu betul lahannya cocok untuk ditanami jenis apa. Mengetahui informasi harga pasar suatu komoditas jauh hari, juga turut mempengaruhi keputusan sebelum menanam atau berkebun tanaman tertentu. Pendeknya, kalau harga tengah atau diprediksikan merosot, setidaknya petani bisa memutuskan dengan cepat untuk mengubah keputusan jenis tanaman yang bakal ditanam. Yang tak kalah penting informasi cuaca. Acapkali kita dengar, petani mengalami kerugian besar karena tanaman mereka terendam banjir. Yang lebih mengenaskan, bila kondisi ini terjadi ketika musim panen sudah di depan mata.
Imbas dari minimnya akses informasi juga membuat posisi petani dalam kondisi ketidakpastian khususnya terkait harga. Karena tidak mengetahui harga pasaran, acapkali mereka terjebak dalam ketidakberdayaan harga yang ditawarkan tengkulak. Belum lagi, himpitan ekonomi, membuat mereka takluk pada tengkulak dengan iming-iming harga dibayar di muka meski jauh dari layak.
Peran TI Sebagai Enabler
Permasalahan minimnya akses informasi di kalangan petani, sejatinya bisa diretas dengan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Peran TIK sebagai enabler, memungkinkan guyuran informasi kepada petani bisa direalisasikan dengan cara mudah, murah, dan cepat dengan mengusung prinsip Connection, Convergence, Collaboration, Content Creative, dan Contextual. Mulai dari petani, kelompok tani, Gapoktan, petugas penyuluh lapangan (PPL), hingga pemerintah di tingkat daerah maupun pusat bisa terkoneksi satu sama lain melalui jaringan telekomunikasi (fixedline maupun ponsel) yang sudah menyebar hingga pelosok. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Nanang Ismail dan kawan-kawan dari STEI – ITB Bandung yang dipublikasikan dalam Forum e-Indonesia Initiatif (eII), Juni 2009 lalu.
Dalam penelitian ini, koneksi digelar untuk melakukan kolaborasi sehingga segala informasi dan kebutuhan petani bisa terpenuhi. Di sini, kolaborasi dilakukan melalui sarana aplikasi konten ubiquitous farming.Aplikasi ini mendukung kolaborasi yang mengusung konvergensi baik dari tipe, data, foto, dan komputasi. Aplikasi ini memenuhi kebutuhan dasar sebagai berikut: petugas lapangan mengisikan data petani, kelompok tani, produksi padi, dan kebutuhan sarana produksi. Sedangkan Gapoktan melihat data produksi harian, mengisikan data hasil produksi. Sementara itu, pemerintah melalui dinas pertanian/kementerian pertanian melihat data produksi pada bulanan.
Penelitian dengan mengambil studi kasus Gapoktan di Sukabumi ini, menggunakan aplikasi yang mendukung Java dengan profile MIDP2.0 dan CLDC 1.1. Selanjutnya digunakan teknologi web service yang menggunakan Java. Adapun akses data ke server menggunakan akses GPRS didukung pengiriman foto lokasi tanam serta fitur pengiriman data lokasi dari GPS.
Lalu bagaimana hasilnya? Pengujian memperlihatkan, secara fungsional aplikasi telah memenuhi kebutuhan sistem. Di sini para petani berhasil mengirimkan data dari client ke server serta client dapat melihat data dari server. Rata-rata akses untuk pengguna petugas lapangan dalam satu proses memasukkan atau melihat data atau laporan sebesar 3,6 Kbyte, Gapoktan sebesar 8,07 Kbyte, dan pejabat 2,3 Kbyte. Nah, biaya koneksi GPRS yang diperlukan untuk akses informasi ini tak kurang dari Rp 10.
Sementara itu, terobosan yang dilakukan penyedia ponsel terbesar di dunia juga bisa menjadi contoh lain andil TIK guna membuka kran informasi bagi petani. Melalui layanan Life Tools yang diimplementasikan di India secara menyeluruh pertengahan 2009 lalu, layanan ini disuguhkan bagi pengguna ponsel yang berprofesi sebagai petani serta masyarakat pedesaan. Salah satu jenis infomasi yang disuguhkan terkait pertanian. Tujuan mereka memberi layanan tersebut adalah menjembatani kesenjangan informasi di negara berkembang.
Layanan Life Tools diperuntukkan bagi pengguna ponsel berbasis teknologi Global System for Mobile (GSM). Aplikasi dirancang di telepon pelanggan. Pesan pendek menjadi sarana mengirim data, tabel, atau grafik. Maklum, penggunaan intenet masih rendah di kalangan petani. Selain itu teknologi melalui SMS tergolong tak ribet. Adapun informasi yang disuguhkan antara lain jenis tanaman apa yang cocok untuk suatu daerah, berapa harga suatu komoditas di pasar tertentu, serta ramalan cuaca daerah tertentu. Masing-masing spesifikasi menyajikan tiga item. Semisal informasi harga suatu komoditas diambil dari tiga pasar terdekat dari lokasi pengguna. Ada juga petunjuk dan saran tentang pertanian. Di sini pelanggan cukup mengirimkan kode pos tempat mereka berdomisili.
Bagaimana dengan akurasi datanya? Untuk harga pasar, penyedia ponsel terbesar di dunia ini mengandeng Badan yang mengelola 299 pasar besar berikut 600 pasar kecil. Di sini terdapat agen yang bekerja pagi hingga siang menggumpulkan data harga sekitar 800 produk yang dijual di pasar di bawah naungan lembaga tersebut. Berikutnya jam tiga sore, petani bisa mendapatkan data harga sekaligus prediksi esok harinya. Tak hanya itu, mereka juga memiliki data hingga 10 tahun sebelumnya. Alhasil, prediksi harga bisa dibuat dengan cepat tanpa menanggalkan ketepatan informasi.
Soal akurasi informasi cuaca merujuk pada penyedia data cuaca swasta di India. Data dari berbagai sumber, diolah melalui software terus dikirim ke pelanggan. Deskripsi atau pola cuaca yang spesifik sangat diperlukan bagi para petani. Mereka memerlukan informasi terkait cuaca sebelum mengambil keputusan untuk menanam. Pendeknya, aplikasi ini layaknya pusat data (database) yang menyediakan data tentang pertanian dan bersifat dinamis.
Terobosan adanya aplikasi ini membawa berkah bagi para petani di India. Setidaknya mereka tak perlu lagi berurusan dengan tengkulak guna mendapatkan infomasi harga. Mereka juga tak repot lagi harus ke pasar untuk urusan serupa. Dengan ponsel di jari mereka, tinggal klik, maka listing harga tersaji dengan cepat. Yang tak kalah menarik, untung petani di India sejak menggunakan layanan ini mengalami kenaikan. Dari tiga informasi harga di tiga lokasi pasar terdekat, mereka pun bisa memilih pasar yang menawarkan harga tertinggi. Jual murah ke tengkulak praktis ditinggalkan.
SMS Gateway Deptan
Bila di India, langkah inovatif dipelopori oleh penyedia ponsel dunia terbesar, sejatinya sajian informasi seputar pertanian dengan memanfaatkan ponsel juga mulai dirintis Kementerian Pertanian (Kemtan). Sebagai institusi yang mempunyai wewenang di bidang pertanian, Kemtan mengembangkan sistem informasi pasar yang menyajikan berbagai komoditi berikut ketersediaannya, harga serta lokasi. “Informasi ini membuat pasar lebih terbuka dan memudahkan para suplier dan pembeli,” tukas Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian, Edi Abdurachman.
Sejalan dengan
itu, SMS gateway kini menjadi sarana Kemtan untuk mendistribusikan informasi,
data, serta menampung pertanyaan, masukan hingga komplain sekalipun, dari
masyarakat termasuk petani, penyuluh pertanian, dan stakeholder terkait
lainnya. Tujuannya selain meningkatkan produksi dan mensejahterakan petani,
penyuluh juga lebih mudah memperoleh materi penyuluhan, sharing knowledge dan
pengalaman.Pelaku agribisnis juga lebih mudah mendapatkan
informasi produksi, lokasi dan harga serta mengetahui permintaan atau
penawaran. Tidak ketinggalan, aparatur pertanian lebih mudah dan lebih cepat
dalam mengkomunikasikan program, kegiatan, bantuan, subsidi serta informasi
lainnya pada masyarakat tani.
Guna menjalankan layanan elektronik yang ada, Kemtan telah didukung dengan jaringan pelayanan informasi dan pengetahuan (lihat diagram). Dari basis data, informasi didistribusikan ke pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat kecamatan serta LSM/masyarakat. Kecamatan dan desa mendulang informasi melalui kabupaten. Di sinilah, empat manajemen diimplementasikan yakni manajemen data/informasi, manajemen pengetahuan, manajemen jaringan, serta manajemen informasi.
Guna menjalankan layanan elektronik yang ada, Kemtan telah didukung dengan jaringan pelayanan informasi dan pengetahuan (lihat diagram). Dari basis data, informasi didistribusikan ke pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat kecamatan serta LSM/masyarakat. Kecamatan dan desa mendulang informasi melalui kabupaten. Di sinilah, empat manajemen diimplementasikan yakni manajemen data/informasi, manajemen pengetahuan, manajemen jaringan, serta manajemen informasi.
Tidak berhenti seputar harga, Menteri Pertanian Suswono
berharap nantinya petani pun bisa mengakses informasi mengenai teknologi,
kalender tanam, sarana produksi pertanian, dan lain sebagainya. Kemtan
menargetkan pada 2010, sistem ini akan terhubung di 250 lokasi di Tanah Air
serta mencakup 60 komoditas.
Upaya Bersama
Tidak dipungkiri, sejauh ini usaha untuk memberikan akses kepada petani di Indonesia telah dilakukan. Setidaknya, apa yang sudah dan tengah dilakukan Kementerian Pertanian merupakan upaya untuk membuka akses informasi meski layanan ini belum banyak diketahui oleh petani. Seperti penuturan Warsono, “Saya belum tahu kalau ada layanan informasi pasar maupun SMS Gateway,” ucapnya, apa adanya.
Nah, mengingat pertanian adalah sektor strategis menuju ketahanan pangan dan sebagian penduduk Indonesia mengandalkan hidupnya pada sektor ini, maka harus ada upaya membenahi sistem pengelolaan pertanian dengan memaksimalkan TIK. Bagi pemilik “domain” sektor pertanian, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian, sepatutnya mengambil peran dominan. Apa yang sudah dilakukan oleh Kementerian Pertanian hanyalah tahapan awal yang masih menyisakan banyak pekerjaan. Sebut saja, Kementerian Pertanian harus mampu menyediakan informasi yang benar-benar aktual serta spesifik.
Belajar dari keberhasilan di India, informasi yang didistribusikan kepada petani bersifat konten lokal sesuai domisili tempat petani tinggal. Sejauh ini, hasil kerja sama Kementerian Pertanian dengan sejumlah pihak seperti BPS untuk data ekspor impor, PDB di bidang pertanian serta indikator makro ekonomi, LKBN Antara untuk harga komoditi, Departemen Perdagangan terkait harga komoditas pertanian secara grosir, serta Dinas Pertanian di tingkat kabupaten/kota untuk pelayanan informasi pasar, belum mampu menghasilkan informasi yang benar-benar spesifik dan ter-update secara rutin. Tidak ada salahnya, bila kerja sama yang ada selama ini disolidkan kembali sehingga terjadi pemetaan informasi yang lebih spesifik dan frekuensi penyajian data yang lebih intens. Sejalan dengan itu, ada baiknya bila Kemtan memaksimalkan peran petugas penyuluh keamanan (PPL) dan PNS di Dinas Pertanian yang ditempatkan di kecamatan, guna mengumpulkan informasi lokal. Karena, selama ini merekalah yang mendampingi para petani di lapangan. Namun tidak ada salahnya bila pihak luar seperti kalangan akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau relawan yang concern terhadap hal ini, bisa dilibatkan juga.
Vendor penghasil ponsel bisa mengambil peran dengan memproduksi terminal murah. Harga yang murah harus digarisbawahi betul. Pasalnya, sebagian petani kita masih berada di bawah garis kesejahteraan. Mengingat informasi, tabel, atau data didistribusikan via pesan pendek, praktis tak perlu teknologi GPRS atau teknologi canggih lainnya. Terkait dengan penggunaan, bila petani kita masih belum familiar, tak ada salahnya PPL bertindak sebagai pendamping mereka.
Keterlibatan operator telekomunikasi juga diperlukan. Tarif murah meriah, yang sekiranya tidak memberatkan petani, sangat diharapkan. Harapan ini, sepertinya bisa direalisasikan seiring makin banyak pemain di bisnis ini. PT Excelcomindo Pratama (XL), sebagai salah satu penyedia layanan telekomunikasi bisa menjadi pelopor untuk memberikan tarif murah bagi petani.
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah yang selama ini belum terjamah akses telekomunikasi juga perlu mendapat prioritas. Program Universal Service Obligation (USO) dan pembangunan Palapa Ring yang menjadi salah satu flagship Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Detiknas) bisa menjadi solusi untuk mengatasi digital divide antara perkotaan dengan pedesaan. Untuk itu, dua program pembangunan infrastruktur ini harus dikawal betul baik oleh pemerintah maupun masyarakat agar bisa mendapat manfaat bagi kemaslahatan rakyat Indonesia. Aksi agresif dari para operator telekomunikasi untuk memperluas coverage di daerah-daerah lumbung padi di Indonesia juga sangat diharapkan.
Barangkali keputusan Presiden mencanangkan swasembada pangan pada 2009 lalu, diharapkan tak berhenti di situ. Swasembada berkelanjutan bisa menjadi pemicu bagi negeri ini untuk mengoptimalkan kinerja sektor pertanian ke depan. Apalagi Menteri Pertanian, Suswono, telah mengusung tekad, menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia (Feed the World). Jangan sampai potensi strategis ini tak memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat petani karena tidak adanya sistem pengelolaan yang tepat. Peran TIK pun jangan diabaikan.
Upaya Bersama
Tidak dipungkiri, sejauh ini usaha untuk memberikan akses kepada petani di Indonesia telah dilakukan. Setidaknya, apa yang sudah dan tengah dilakukan Kementerian Pertanian merupakan upaya untuk membuka akses informasi meski layanan ini belum banyak diketahui oleh petani. Seperti penuturan Warsono, “Saya belum tahu kalau ada layanan informasi pasar maupun SMS Gateway,” ucapnya, apa adanya.
Nah, mengingat pertanian adalah sektor strategis menuju ketahanan pangan dan sebagian penduduk Indonesia mengandalkan hidupnya pada sektor ini, maka harus ada upaya membenahi sistem pengelolaan pertanian dengan memaksimalkan TIK. Bagi pemilik “domain” sektor pertanian, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian, sepatutnya mengambil peran dominan. Apa yang sudah dilakukan oleh Kementerian Pertanian hanyalah tahapan awal yang masih menyisakan banyak pekerjaan. Sebut saja, Kementerian Pertanian harus mampu menyediakan informasi yang benar-benar aktual serta spesifik.
Belajar dari keberhasilan di India, informasi yang didistribusikan kepada petani bersifat konten lokal sesuai domisili tempat petani tinggal. Sejauh ini, hasil kerja sama Kementerian Pertanian dengan sejumlah pihak seperti BPS untuk data ekspor impor, PDB di bidang pertanian serta indikator makro ekonomi, LKBN Antara untuk harga komoditi, Departemen Perdagangan terkait harga komoditas pertanian secara grosir, serta Dinas Pertanian di tingkat kabupaten/kota untuk pelayanan informasi pasar, belum mampu menghasilkan informasi yang benar-benar spesifik dan ter-update secara rutin. Tidak ada salahnya, bila kerja sama yang ada selama ini disolidkan kembali sehingga terjadi pemetaan informasi yang lebih spesifik dan frekuensi penyajian data yang lebih intens. Sejalan dengan itu, ada baiknya bila Kemtan memaksimalkan peran petugas penyuluh keamanan (PPL) dan PNS di Dinas Pertanian yang ditempatkan di kecamatan, guna mengumpulkan informasi lokal. Karena, selama ini merekalah yang mendampingi para petani di lapangan. Namun tidak ada salahnya bila pihak luar seperti kalangan akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau relawan yang concern terhadap hal ini, bisa dilibatkan juga.
Vendor penghasil ponsel bisa mengambil peran dengan memproduksi terminal murah. Harga yang murah harus digarisbawahi betul. Pasalnya, sebagian petani kita masih berada di bawah garis kesejahteraan. Mengingat informasi, tabel, atau data didistribusikan via pesan pendek, praktis tak perlu teknologi GPRS atau teknologi canggih lainnya. Terkait dengan penggunaan, bila petani kita masih belum familiar, tak ada salahnya PPL bertindak sebagai pendamping mereka.
Keterlibatan operator telekomunikasi juga diperlukan. Tarif murah meriah, yang sekiranya tidak memberatkan petani, sangat diharapkan. Harapan ini, sepertinya bisa direalisasikan seiring makin banyak pemain di bisnis ini. PT Excelcomindo Pratama (XL), sebagai salah satu penyedia layanan telekomunikasi bisa menjadi pelopor untuk memberikan tarif murah bagi petani.
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah yang selama ini belum terjamah akses telekomunikasi juga perlu mendapat prioritas. Program Universal Service Obligation (USO) dan pembangunan Palapa Ring yang menjadi salah satu flagship Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Detiknas) bisa menjadi solusi untuk mengatasi digital divide antara perkotaan dengan pedesaan. Untuk itu, dua program pembangunan infrastruktur ini harus dikawal betul baik oleh pemerintah maupun masyarakat agar bisa mendapat manfaat bagi kemaslahatan rakyat Indonesia. Aksi agresif dari para operator telekomunikasi untuk memperluas coverage di daerah-daerah lumbung padi di Indonesia juga sangat diharapkan.
Barangkali keputusan Presiden mencanangkan swasembada pangan pada 2009 lalu, diharapkan tak berhenti di situ. Swasembada berkelanjutan bisa menjadi pemicu bagi negeri ini untuk mengoptimalkan kinerja sektor pertanian ke depan. Apalagi Menteri Pertanian, Suswono, telah mengusung tekad, menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia (Feed the World). Jangan sampai potensi strategis ini tak memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat petani karena tidak adanya sistem pengelolaan yang tepat. Peran TIK pun jangan diabaikan.
Selain itu ada juga pendapat
bahwa hubungan teknologi informasi dengan pertanian seperti ini:
Hubungan teknologi informasi dan komunikasi dengan
pertanian
Teknologi informasi dan komunikasi yang terkait dengan
pertanian, yaitu Penyebaran teknologi informasi dan komunikasi bertujuan untuk
memberikan informasi-informasi yang konkret kepada masyarakat sebagai contohnya
dahulu sekitar tahun 1945-an keterbatasan masyarakat untuk membaca, menulis dan
membeli barang elektronik media masih banyak yang banyak dimiliki oleh petani
adalah radio jadi dengan adanya radio tersebut dapat memberikan informasi
mengenai pembangunan pertanian yang saat itu berlangsung. Dengan adanya radio
tersebut masyarakat dapat mengetahui dengan pasti kabar-kabar mengenai
informasi pertanian seperti pembangunan pertaniannya, teknologi yang harus
diterapkan dan lain-lain.
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dapat
memberikan informasi yang berharga kepada para petani dalam bentuk pemeliharaan
tanaman dan hewan, pemberian pupuk dan pakan hewan, pengurangan dampak kemarau,
pemberantasan hama, irigasi, ramalan cuaca, sumber benih, dan harga pasaran.
Kegunaan TIK juga menguntungkan para petani dalam hal memungkinkan mereka ikut
serta dalam kegiatan kooperasi. Selain itu dengan adanya informasi pertanian,
petani tidak mudah di bohongi dalam masalah harga eceran terendah di pasar oleh
para tengkulak atau konsumen. Informasi tersebut akan melindungi petani dari
kerugian dan konsumen karena terbohongi dalam masalah harga yang terlalu
tinggi.
E. Penggunaan
Internet oleh Petani
Koneksi internet menyediakan berbagai fungsi
dan manfaat kepada produsen pertanian. Namun, menurut laporan oleh National
Agricultural Statistics Service Amerika Serikat, hanya sekitar setengah dari
produsen pertanian memiliki akses internet. Sementara laporan statistik penggunaan
internet berbeda-beda, dengan beberapa studi melaporkan penggunaan biaya
operasional rendah, dan laporan lain lebih tinggi. Sekitar 8 persen dari
produsen pertanian melakukan transaksi e-commerce (USDA-NASS Farm Komputer
Penggunaan dan Kepemilikan 2003), di sisi lain para produsen yang membeli atau
menjual on-line cenderung lebih besar.
Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
Internet dan tujuan yang digunakan mungkin berbeda-beda menurut jenis
operasionalnya. Misalnya, peternak akan lebih cenderung untuk membeli produk
pertanian yang lebih bersih daripada kedelai growers. Dari produsen melakukan
transaksi e-commerce, lebih dari 40 persen laporan pada pembelian tanaman, 33
persen membeli ternak dan 25 persen menjual ternak melalui Internet.
Hubungan teknologi informasi dan komunikasi dengan
agribisnis
Agribisnis masih sering disalah artikan dengan
kegiatan pertanian yang hanya menghasilkan produk dan menjual produk tersebut
saja, makna argibisnis di sini adalah kegiatan yang memikirkan masalah ekonomis
suatu produk, bagaimana pengembangannya dan bagaimana manajemen itu berjalan
dengan baik. Agribisnis membahas masalah koordinasi tiap pihak yang berhubungan
dengan hasil olahan, pengembangan hasil olahan tersebut dan lain-lain.
Teknologi informasi dan komunikasi dengan agribisnis
terjadi karena dalam agribisnis terjadi 4 subsistem, yaitu subsistem hulu,
subsistem on farm (pengolahan primer), subsistem agroindustri(pengolahan
sekunder), subsistem hilir. Misalnya adanya pengetahuan melalui teknologi
informasi mengenai alat-alat pertanian,pupuk dan bibit serta pestisida ini
membutuhkan komunikasi dengan produsen barang-barang tersebut dan dengan adanya
informasi yang baik dan banyak akan memberikan pengetahuan yang luas pula
mengenai sarana dan prasarana apa saja yang baik untuk memperlancar kegiatan on
farm tersebut. Lalu dalam subsistem on farm menuju subsistem agroindustri dibutuhkan
kerjasama yang menggunakan komunikasi dan informasi yang dibutuhkan sehingga
dapat menghasilkan produk pertanian yang dinginkan sesuai dengan perjanjian
yang akan dibuat atau perjanjian yang sedang dijalankan.
Pada setiap subsistem agribisnis dibutuhkan adanya
pengembangan teknologi untuk meningkatkan kemampuan produksi serta pendidikan
dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia. Sedangkan disisi
pasar yang penting adalah adanya perlindungan dan informasi yang baik kepada
para konsumen sehingga konsumen memiliki banyak pilihan produk dengan jaminan
kualitas yang sesuai. Informasi yang dibutuhkan oleh pelaku agribisnis adalah
informasi lengakap berupa data harga, informasi produk, kuantitas dan kualitas
produksi, Sedangkan jenis informasi yang disampaikan antara peneliti dengan
pelaku agribisnis adalah penyampaian pengetahuan baru dari hasil-hasil
penelitian dan pengembangan, teknologi baru, penyuluhan, kesempatan berusaha,
kesempatan permodalan, dll.
sangat bermanfaat BBM MOD TRANSPARANT